Inovasi dan tata cara
pelaksanaan pendidikan perempuan diatur dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan
Negara Republik Indonesia nomor 1 tahun 2008.
1.
Inovasi dalam Kebijakan/pengelolaan
Kebijakan Pendidikan perempuan diarahkan pada 3 aspek
pembangunan pendidikan perempuan yaitu peningkatan dan perluasan akses
pendidikan bagi perempuan pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan.
Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan perempuan serta meningkatkan akuntabilitas
pendidikan perempuan melalui perbaikan pengelolaan kelembagaan pendidikan
perempuan.
Sejak era reformasi, paling tidak secara yuridis,
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan semakin baik. Ini terlihat dari
amandemen UUD Republik Indonesia pasal 27 dan 28 yang mengukuhkan persamaan hak
dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki sebagai warga negara Indonesia.
Sebelumnya, di masa orde baru, Indonesia meratifikasi Konvensi Penghapusan
segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dengan UU No. 7/ 1984. Menurut
catatan tahunan Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS
Perempuan) 2007, telah dihasilkan 29 produk kebijakan untuk menangani dan
menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, antara lain : UU Pengadilan HAM
(2000), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga/KDRT (2004), UU
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (2006), dan UU No. 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan.
Contohnya :
Diskriminasi terhadap perempuan yang paling mendasar
dalam pencapaian kesetaraan antara perempuan dan laki-laki pada berbagai
bidang, seperti politik, ekonomi, hukum dan sosial, adalah masih adanya
legalisasi negara atas pembakuan peran gender dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan. Pembakuan peran gender ini mewajibkan perempuan
menikah berperan sebagai ibu rumah tangga. Implikasinya ketika isteri memilih
berperan di sektor publik maka seringkali mereka harus berperan ganda, yaitu
bertanggungjawab pada pekerjaan rumah tangga sekaligus bekerja di ruang publik.
Kondisi seperti ini disebut beban ganda (double burden). Diskriminasi
terhadap perempuan yang berupa pembakuan peran gender adalah salah satu faktor
utama penyebab minimnya peran perempuan di sektor publik termasuk politik.
2.
Inovasi dalam Penyelenggaraan
Dalam penyelenggaraan pendidikan perempuan lebih
dilaksanakan dengan mengutamakan peranan perempuan itu sendiri atau yang lebih
dikenal dengan pengarusutamaan gender dan dengan mengembangkan kearifan lokal
seperti memanfaatkan sumber daya yang ada. Contohnya : kegiatan pemberdayaan
perempuan yang dilakukan di Muslimah Center Daruut Tauhid Bandung. Kegiatannya
meliputi kursus menjahit, pemberdayaan muallaf, santri usia keemasan (santri
manula).
3.
Inovasi dalam Pembiayaan
Dari segi pembiayaan, pendidikan perempuan dibantu
oleh pemerintah melalui lembaga PNPM atau sejenisnya (LSM). Namun sekarang
hasil dari pendidikan perempuan sudah bisa menghasilkan pendapatan sendiri yang
dapat dimanfaatkan untuk membiayai proses pelaksanaan kegiatan. Contohnya :
inovasi dalam hal membuat kerajinan tangan dan mengolah makanan yang dulunya
dianggap aneh dan tidak menarik menjadi sesuatu yang bernilai jual.
4.
Inovasi dalam Evaluasi/pengujian
Evaluasi hanya dapat dilakukan setelah suatu
kegiatan diselenggarakan. Evaluasi pendidikan perempuan dapat dinilai melalui
keberhasilan atau kegagalan suatu program. Evaluasi dapat menjadi tindak lanjut
untuk menjadi pemikiran inovasi baru sehingga program yang dilaksanakan menjadi
lebih baik lagi. Evaluasi dilakukan dengancara bekerjasama dengan pihak
pemerintah, terutama pemerintah daerah.
Daftar Rujukan :
Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPD
Partai Demokrat. 2011. Program Kerja Departemen Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat 2010-2015. [Online]. Tersedia
: http://pemberdayaanperempuan.demokrat.or.id/?page_id=18.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Bandung : Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar