Parenting dapat diartikan sebagai
keorangtuaan atau pengasuhan orang tua, maksudnya adalah proses interaksi
antara orang tua dengan anak. Kegiatan parenting meliputi memberi makan (nourishing),
memberi petunjuk (guiding), dan melindungi (protecting) anak-anak
ketika mereka. Kegiatan parenting umumnya dilakukan dalam keluarga, namun
sekarang parenting tidak berarti yang melahirkan anak. Parenting juga
dapat dilakukan di masyarakat diantaranya melalui PAUD, pengasuhan bayi (baby
daycare ataupun menggunakan jasa baby sitter) maupun melalui media
massa. Parenting yang baik adalah membangun relasi (hubungan) yang
hangat antara orang tua dan anak melalui penerimaan (acceptance), awarness
(kepedulian) dan sikap responsif (responsiveness) terhadap kebutuhan
anak serta tersedianya batasan-batasan yang diwujudkan melalui tuntutan dan
kontrol. Tuntutan disini maksudnya adalah anak diberikan tugas namun harus
disertai dengan tanggung jawab dan konsekuensi. Sedangkan kontrol berarti orang
tua harus tetap mengawasi dan mengarahkan anak. Penerapan parenting dipengaruhi oleh pola asuh yang dianut oleh orang tua.
Pola Asuh
Pola pengasuhan dalam keluarga
diantaranya sebagai berikut (Baumrind, 1967) :
1. Pola asuh Demokratis
Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung dan tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi mereka tetap mengontrol/mengawasi perilaku anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung dan tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi mereka tetap mengontrol/mengawasi perilaku anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
2. Pola asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Menurut Danny (1986: 96), pola asuh otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dilakukan dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua memberikan hukuman pada anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Menurut Danny (1986: 96), pola asuh otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dilakukan dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua memberikan hukuman pada anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
3. Pola asuh Permisif
Moesono (1993: 18) menjelaskan bahwa pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Moesono (1993: 18) menjelaskan bahwa pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
4. Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Menurut Maccoby & Mc loby ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:
1.
Sosial ekonomi
Faktor ini berhubungan dengan pekerjaan dan penghasilan serta cara bergaul seseorang. Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonominya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
Faktor ini berhubungan dengan pekerjaan dan penghasilan serta cara bergaul seseorang. Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonominya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
2.
Pendidikan
Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.
Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.
3.
Nilai-nilai
agama yang dianut orang tua
Nilai – nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.
Nilai – nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.
4.
Kepribadian
Dalam mengasuh anak orang tua
bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja,
melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002). Pendapat
tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu
pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun
sistem pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang
baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya.
Kalau gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai
keberhasilan belajarnya.
5.
Jumlah anak
Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan
mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak
dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan
pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi
antara anak yang satu dengan anak yang lainnya, (Okta Sofia, 2009).
Alasan orang tua menerapkan pola
pengasuhan diatas adalah :
1.
Pemahaman
orang tua tentang dirinya sendiri
Dalam
hal ini orang tua cenderung mengasuh anak sesuai dengan apa yang ia alami
dimasa kecilnya. Pengalaman-pengalaman yang dialami orang tua bisa menjadi
bahan pertimbangan mereka untuk memberikan pengasuhan kepada anaknya. Misalnya
saja seperti pengalaman pahit ataupun hal yang tidak menyenangkan dimasa
kecilnya. Orang tua menjadi waspada dan traumatik hal tersebut akan terulang
lagi pada anaknya. Begitupun ketika orang tua ini menerima perlakuan yang baik
dari orang tuanya, tentunya ia juga akan melakukan hal yang sama pada anaknya.
2.
Pemahaman
Orang Tua tentang Anak
Pemahaman
orang tua terhadap anak diantaranya adalah pemahaman mereka tentang jenis
kelamin, umur, dan temperamen anak. Hal ini sangat penting untuk menentukan
metode dan gaya pengasuhan yang tepat untuk diterapkan pada anak. Kesalahan
pengasuhan yang terjadi pada umumnya adalah memperlukan anak laki-laki seperti
anak perempuan sehingga berdampak pada perkembangan psikologis anak yakni
munculnya sikap feminis pada anak.
3.
Pemahaman
Orang Tua tentang Situasi Masyarakat Masa Kini
Kekhawatiran
orang tua terhadap pergaulan anak menyebabkan orang tua. Anak adalah individu
yang mudah terpengaruh lingkungan, apalagi jika mereka memasuki usia remaja
(pubertas). Pendampingan sangat penting dilakukan pada masa ini agar anak tidak
mengalami penyimpangan moral (melakukan hubungan seks bebas). Pada masa ini
anak mengalami emosi yang tidak menentu (labil), bersikap egois, memberontak,
dan mencari jati dirinya dengan memperoleh pengakuan dari orang lain.
Penerapan Parenting
Karakteristik Anak Usia Dini dan Permasalahannya
Anak
usia dini adalah anak yang berusia antara 0 – 6 tahun. Usia dini merupakan usia
emas perkembangan anak. Anak usia dini memiliki karakteristik tersendiri.
Adapun karakteristik anak usia dini ialah :
1.
Mudah menangis
2.
Memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi
3.
Senang berfantasi (memiliki
khayalan sendiri)
4.
Belum bisa mandiri
Ciri-ciri emosi anak yaitu berlangsung
singkat dan berakhir tiba-tiba, bersifat sementara, lebih sering terjadi. Namun
cara mengatasinya bisa dengan bujukan atau rayuan.
Dalam perkembangannya anak
usia dini terkadang mengalami gangguan perkembangan. Salah satu gangguan
perkembangan pada anak usia dini adalah Autis. Autis adalah gangguan
perkembangan sosial atau pergaulan anak dimana anak tidak suka bersosialisasi
dengan lingkungannya, termasuk teman sebayanya. Ciri-ciri anak autis
diantaranya :
1.
Jika diajak berbicara ia tidak
fokus dengan si pembicara. Tidak mau menatap si pembicara dan sibuk pada hal
yang sedang dikerjakannya.
2.
Jika dipanggil dia susah untuk
merespon walaupun orang yang memanggilnya sudah berteriak
3.
Sulit berbicara dan cenderung
menutup diri
4.
Memiliki emosi yang tinggi, suka
berteriak sendiri dan tidak terkontrol
5.
Jika menginginkan sesuatu ia hanya
menggunakan isyarat dengan mengarahkan seseorang ke sesuatu yang ia inginkan
6.
Jika menangis sangat sulit untuk
ditenangkan
Cara yang terbaik agar anak
mau bersosialisasi dengan lingkungannya atau teman sebayanya adalah memasukkan
anak ke playgroup (PAUD). Selain itu rangsangan dari orang tua ataupun
komunikasi sangat diperlukan untuk menghindarkan anak dari gejala autis.
Mendidik anak usia dini
harus dilakukan dengan kasih sayang. Tapi jangan terlalu memanjakan anak.
Kebanyakan orang tua yang terlalu sayang pada anaknya selalu menuruti keinginan
anak. Padahal hal tersebut salah dan kadang membahayakan perkembangan perilaku
anak iu sendiri. Sehingga pada akhirnya anak menjadi manja, egois (segala
keinginannya harus dipenuhi), dan suka seenaknya sendiri. Anak usia dini juga
perlu dibangun kemandiriannya, namun harus tetap sesuai dengan kemampuan si
anak. Kegiatan yang dapat dilakukan orang tua dalam membangun kemandirian anak
diantaranya adalah membiasakan anak untuk mengerjakan sendiri tugasnya, bersikap
tegas ketika anak merengek meminta sesuatu yang diinginkannya, dan membiasakan
anak untuk membersihkan sendiri tempat tidurnya.
Anak sering mengalami
masalah dalam pembelajarannya. Khususnya kegiatan belajar di sekolahnya.
Misalnya saja pada pelajaran Matematika. Kesalahan orang tua ketika anak
mendapatkan nilai jelek adalah menyerahkannya pada guru les untuk memberikan
les pada anak terkait pelajaran Matematika. Padahal anak belum tentu menyukai
pelajaran Matematika. Dengan kata lain anak menjadi terbebani dan dipaksakan
untuk menyukai pelajaran tersebut. Hal utama yang perlu dilakukan orang tua
adalah mendekati anak tersebut dan mencoba mencari pokok permasalahannya.
Sedapat mungkin orang tua mengajak anak berkomunikasi untuk mengungkapkan
kesulitannya. Kegiatan les tambahan yang paling baik diberikan adalah yang sesuai
dengan kemampuan, bakat, dan minat anak. Anak memiliki keunikan tersendiri
yaitu bakat. Bakat ini dapat dikenali dengan melihat kesukaan anak. anak
memiliki prestasi dalam pembelajarannya, orang tua harus menghargai prestasi
anak tersebut. Namun penghargaan tersebut bukanlah dengan cara membanggakan
anak didepan orang lain secara berlebihan (pamer).
Penanaman nilai moral dan
keagamaan juga penting diberikan kepada anak. Tujuannya untuk membentuk jiwa
spiritual anak untuk mengenal dan mencintai sang pencipta. Landasan agama
berperan sebagai pengarah dikehidupan anak agar tidak terjerat dengan hal yang
melanggar norma agama. Untuk memmbangun nilai spiritual atau keagaaman anak
dapat dilakukan dengan mengajarkan anak sejak dini untuk mengenal
Tuhannya, mengenalkan anak pada lingkungan yang agamis, dan memasukkan anak ke
TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) diwaktu luangnya. Hak-hak anak sangat perlu
diperhatikan orang tua. Hak-hak anak yang
terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Bab III Pasal
4-18 dan UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Bab II Pasal 2-8 :
1.
Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2.
Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan
status kewarganegaraan.
3.
Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir,
dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua
4.
Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan,
dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Namun jika suatu sebab orang tuanya tidak
dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak
tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh
orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.
Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
6.
Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya. Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus.
7.
Hak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.
8.
Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu
luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
9.
Anak yang menyandang cacat berhak memperoleh
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
10. Dalam
pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab
atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan : diskriminasi,
eksploitasi (baik ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. Jika orang tua, wali
atau pengasuh anak melanggar hal tersebut maka akan dikenakan pemberatan
hukuman.
11. Hak
untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan
hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik
bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
12. Hak
untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan
dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam
peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.
13. Hak
memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi. Anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai
dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir.
14. Anak
yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi
dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan
membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan
tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi korban
atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
15. Anak
yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum
dan bantuan lainnya.
Karakteristik Anak Usia Remaja (Pubertas)
dan Permasalahannya
Anak dapat dikatakan
beranjak remaja (pubertas) apabila sudah mengenal lawan jenis atau mengenal
cinta. Karakteristik fisik yang ada pada anak usia remaja (pubertas) laki-laki
diantaranya muncul jakun pada tenggorokan dan perubahan suara sedangkan pada
anak perempuan perubahan bentuk dada. Karakteristik psikis/kejiwaan diantaranya
egois dan mulai mencari tahu siapa dirinya, bersikap apatis terhadap
lingkungan, mudah terguncang dengan lingkungan, dan mulai mandiri (tidak mau
urusannya dicampuri orang tua).
Masa remaja adalah masa
dimana anak mudah mengalami perguncangan jiwa dan mudah frustasi (putus asa)
serta menurunnya rasa percaya diri. Selain itu anak remaja mudah terbawa arus
kehidupan, sehingga tak jarang banyak yang salah memilih pergaulan. Orang tua
harus lebih waspada terhadap perkembangan anak di usia remaja ini, tapi bukan
berarti orang tua harus mengekang kebebasan anak untuk bergaul dengan
sekitarnya. Anak yang pemberontak terbentuk karena sikap orang tua yang selalu
memaksakan kehendak pada anak, menganggap anak salah, tidak memenuhi hak-hak
anak, dan membebani anak terhadap urusan keluarga. Membangun rasa percaya diri anak remaja yang
mudah frustasi dapat dilakukan dengan cara : menghargai setiap hasil kerja
kerasnya, memberikan semangat dengan menggali potensinya, menasihati anak bahwa
hal yang dia inginkan belum menjadi rezekinya.
Anak yang mulai mengalami penyimpangan perilaku
harus cepat ditangani agar tidak menjadi parah. Penyimpangan perilaku pada
remaja dapat berupa perilaku seks bebas, mencoba narkoba, mabuk-mabukan,
terlibat tawuran ataupun geng motor. Hal pertama yang harus dilakukan orang tua
jika menemukan penyimpangan perilaku pada anak agar mereka tidak melakukan
hal-hal tersebut adalah dengan mendampingi anak dan mengawasi kejanggalan yang
dialami anak. Emosi anak usia remaja terkadang sangat sulit dikendalikan.
Apalagi jika mereka sudah mengenal lawan jenis. Cara bijak yang dapat dilakukan
oleh orang tua adalah tetap bersikap bijak dan mencoba menjadi teman bagi anak.
Karakteristik yang paling menonjol pada anak usia remaja (pubertas) dalam
mengenal lawan jenis diantaranya :
1.
Memiliki hasrat yang
menggebu untuk mengenal lawan jenis
2.
Menganggap lawan jenis
seperti idola
3.
Suka mencari perhatian
lawan jenis
4.
Mencari informasi yang
berkaitan dengan lawan jenis
Referensi :
UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
UU No.4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak
Nuraeni. 2011. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua. [Online]. Tersedia : http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2113857-macam-macam-pola-asuh-orang/#ixzz1svGXL1Ec
Nuraeni. 2011. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua. [Online]. Tersedia : http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2113857-macam-macam-pola-asuh-orang/#ixzz1svGXL1Ec
Suparyanto. 2010. Konsep Pola
Asuh Anak. [Online]. Tersedia : http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-pola-asuh-anak.html
Wonohadidjojo,
Ishak S. 2001. Jurnal : Analisa SWOT untuk Parenting : Beberapa Parameter
Kurikuler untuk Pelayanan Keluarga. [Online]. Tersedia : http://www.seabs.ac.id/journal/april2001/Analisa%20SWOT.pdf
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Assalamkum , Ijin Shere, Syukur-syukur Berguna Kami Produsen & Supplier Furniture Mungkin Bisa Di Add PIN saya Buat Silatuhrahmi, Atau Nambah-nambah Relasi Dengan Kami.
BalasHapusPin: 29B6FE54
Call Us : 082-220-960-468.
Email: fauzulghufron@gmail.com
web:www.galeryfurniturejepara.com
web: www.indomebeljati.com,
Addres: JL. Jepara -Kudus, Desa Tahunan, Kec Tahunan, Kab Jepara, Jawa Tengah, Indonesia , Pos:59451, Dengan Senag Hati Menjalin Silatuhrahmi dengan anda Amin , Semoga Bermanfaat,