Semangat! Man jadda Wa Jadaa!!

Kamis, 12 April 2012

Opini Qu (Mengkaji Birokrasi Di Indonesia)


WAJAH POLITIK INDONESIA : LAGI – LAGI DUIT!

Indonesia seakan tak lepas dari masalah – masalah sosial. Mulai dari kemiskinan sampai dengan masalah politik yang didalangi pejabat negara. Sungguh miris dengan keadaan rakyat yang hidup carut – marut tak tentu arah. Politik Indonesia kerap kali diwarnai dengan masalah uang alias KORUPSI. Dari tingkat pemerintahan sampai dengan kelas teri di pedesaan. Dari masalah Pemilu sampai dengan kasus penggelapan dana di suatu instansi.
Kursi di pemerintahan diperjualbelikan layaknya berdagang sapi ataupun biasa dikenal dengan istilah “Loe punya duit, loe yang menang”. Miris sekali, tak dapat dihindari rakyat terkena imbasnya. Diperalat, dibohongi, ditindas, lalu ditinggalkan begitu saja hanya diberi ‘pepesan kosong’. Maraknya Pemilu dan perebutan kursi kekuasaan tanpa disadari telah menyusahkan diri sendiri maupun orang lain. Betapa tidak, untuk memperoleh kursi tersebut apapun dilakukan. Halal atau haram semuanya dihantam.
Dalam kampanye contohnya para calon wakil rakyat tersebut melakukan aksi ‘kedermawannya’. Membujuk, merayu rakyat adalah pilihan utama. Alat yang digunakan tersebut biasanya berupa uang, sembako yang bertujuan menarik simpati masyarakat untuk melirik ataupun berpaling pada partai yang bersikap ‘dermawan’ kepada mereka. Padahal pemerintah sudah menegaskan dalam payung hukum Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 menyatakan : "Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."
Sayangnya peraturan tinggal peraturan, anjing menggonggong kafilah berlalu. Pemerintah pun terkadang tidak menggubris peraturan yang sudah ia cetuskan. Tak ada hukum yang kuat dan mengikat, asalkan ada uang tinggal ‘cuci tangan’, suap, beres dan bungkam. Setelah mendapatkan kekuasaan, para wakil rakyat alias koruptor tersebut lupa akan janji manis dan amanahnya. Tak peduli dan lepas tangan begitu saja, padahal tanpa rakyat mereka bukan apa – apa. Bukankah Indonesia negara demokrasi? Dalam pemerintahan demokrasi kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan dari rakyat untuk rakyat. Kenyataannya? Sungguh berbeda.
Lepas dari masalah Pemilu, kasus penggelapan dana diinstansi pemerintahan juga tak lepas dari sorotan. Seperti kasus yang terjadi akhir – akhir ini. Mulai dari kasus Arthalita, Bank Century, sampai yang paling terkenal dan banyak menyeret oknum – oknum dari aparat keamanan maupun pejabat yang terkait yakni Gayus Tambunan. Seolah – olah ia bersafari, seakan tanpa beban keluar masuk BUI layaknya keluar masuk hotel. Menjadi artis dalam sekejap, lalu pada akhirnya kasus tersebut lenyap dan dilupakan begitu saja.

Menurut hasil pengamatan Prof. James Fox Phd dari Monash Univesity Australia ternyata politik di Indonesia tanpa disadari meniru gaya politik Amerika. Hal ini diungkapkan guru besar Anthropologi Islam ini dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) di Jakarta, Kamis (11/11) sumber : http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/16609/Indonesia-Meniru-Amerika-dalam-Soal-Politik-Uang.jp. Tentunya hal ini menjadi perhatian kita bersama, khususnya pemerintah yang harus menindak tegas para pelaku politik uang ini. Jika terus dibiarkan akan menjadi fenomena gunung es yang sangat sulit diketahui. Sebagai pejabat pilihan rakyat, seharusnya mereka memikirkan kepentingan rakyat, menjadi contoh bukan menjadi momok yang menghantui kehidupan rakyat.
Uang dan kekuasaan bukanlah hal mutlak didunia ini. Memang tak bisa dipungkiri bahwa uang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Makan, sekolah, bahkan ke toilet umum pun membutuhkan uang. Tapi pada akhirnya uanglah yang menyesatkan dan menjatuhkan kita. Politik adalah pilihan hidup bukan prinsip hidup. Hindari politik uang yang menyesatkan, kekuasaan bukan untuk dibeli tetapi untuk menjadi pengatur dan pemimipin kehidupan sendiri maupun rakyat. Pemimpin yang baik adalah yang dengan kekusaannya dapat menyejahterakan orang lain dan dapat menjadi teladan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar