WAJAH POLITIK INDONESIA : LAGI – LAGI DUIT!
Indonesia seakan tak lepas
dari masalah – masalah sosial. Mulai dari kemiskinan sampai dengan masalah
politik yang didalangi pejabat negara. Sungguh miris dengan keadaan rakyat yang
hidup carut – marut tak tentu arah. Politik Indonesia kerap kali diwarnai
dengan masalah uang alias KORUPSI. Dari tingkat pemerintahan sampai dengan
kelas teri di pedesaan. Dari masalah Pemilu sampai dengan kasus penggelapan
dana di suatu instansi.
Kursi di pemerintahan
diperjualbelikan layaknya berdagang sapi ataupun biasa dikenal dengan istilah “Loe
punya duit, loe yang menang”. Miris sekali, tak dapat dihindari rakyat
terkena imbasnya. Diperalat, dibohongi, ditindas, lalu ditinggalkan begitu saja
hanya diberi ‘pepesan kosong’. Maraknya Pemilu dan perebutan kursi
kekuasaan tanpa disadari telah menyusahkan diri sendiri maupun orang lain.
Betapa tidak, untuk memperoleh kursi tersebut apapun dilakukan. Halal atau
haram semuanya dihantam.
Dalam kampanye contohnya
para calon wakil rakyat tersebut melakukan aksi ‘kedermawannya’. Membujuk,
merayu rakyat adalah pilihan utama. Alat yang digunakan tersebut biasanya
berupa uang, sembako yang bertujuan menarik simpati masyarakat untuk melirik
ataupun berpaling pada partai yang bersikap ‘dermawan’ kepada mereka. Padahal
pemerintah sudah menegaskan dalam payung hukum Pasal 73 ayat 3 Undang Undang
No. 3 tahun 1999 menyatakan : "Barang siapa pada waktu diselenggarakannya
pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang,
baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia
menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara
paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima
suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."
Sayangnya peraturan
tinggal peraturan, anjing menggonggong kafilah berlalu. Pemerintah pun
terkadang tidak menggubris peraturan yang sudah ia cetuskan. Tak ada hukum yang
kuat dan mengikat, asalkan ada uang tinggal ‘cuci tangan’, suap, beres dan
bungkam. Setelah mendapatkan kekuasaan, para wakil rakyat alias koruptor
tersebut lupa akan janji manis dan amanahnya. Tak peduli dan lepas tangan
begitu saja, padahal tanpa rakyat mereka bukan apa – apa. Bukankah Indonesia negara
demokrasi? Dalam pemerintahan demokrasi kekuasaan tertinggi berada ditangan
rakyat dan dari rakyat untuk rakyat. Kenyataannya? Sungguh berbeda.
Lepas dari masalah Pemilu,
kasus penggelapan dana diinstansi pemerintahan juga tak lepas dari sorotan. Seperti
kasus yang terjadi akhir – akhir ini. Mulai dari kasus Arthalita, Bank Century,
sampai yang paling terkenal dan banyak menyeret oknum – oknum dari aparat
keamanan maupun pejabat yang terkait yakni Gayus Tambunan. Seolah – olah ia
bersafari, seakan tanpa beban keluar masuk BUI layaknya keluar masuk hotel.
Menjadi artis dalam sekejap, lalu pada akhirnya kasus tersebut lenyap dan
dilupakan begitu saja.
Menurut hasil pengamatan Prof. James Fox Phd dari Monash
Univesity Australia ternyata politik di Indonesia tanpa disadari meniru gaya
politik Amerika. Hal ini diungkapkan guru besar Anthropologi Islam ini dalam
diskusi terbatas yang diselenggarakan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian
(LAKIP) di Jakarta, Kamis (11/11) sumber : http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/16609/Indonesia-Meniru-Amerika-dalam-Soal-Politik-Uang.jp. Tentunya hal ini menjadi perhatian kita bersama,
khususnya pemerintah yang harus menindak tegas para pelaku politik uang ini.
Jika terus dibiarkan akan menjadi fenomena gunung es yang sangat sulit
diketahui. Sebagai pejabat pilihan rakyat, seharusnya mereka memikirkan
kepentingan rakyat, menjadi contoh bukan menjadi momok yang menghantui
kehidupan rakyat.
Uang
dan kekuasaan bukanlah hal mutlak didunia ini. Memang tak bisa dipungkiri bahwa
uang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Makan, sekolah, bahkan ke toilet umum
pun membutuhkan uang. Tapi pada akhirnya uanglah yang menyesatkan dan
menjatuhkan kita. Politik adalah pilihan hidup bukan prinsip hidup. Hindari
politik uang yang menyesatkan, kekuasaan bukan untuk dibeli tetapi untuk
menjadi pengatur dan pemimipin kehidupan sendiri maupun rakyat. Pemimpin yang
baik adalah yang dengan kekusaannya dapat menyejahterakan orang lain dan dapat
menjadi teladan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar