Semangat! Man jadda Wa Jadaa!!

Rabu, 11 April 2012

Lembaga Swadaya Masyarakat/Non Governmental Organization


Pengertian LSM/NGO
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi non-pemerintah yang independen dan mandiri, dan karena itu bukan merupakan bagian atau berafiliasi dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan. (Kode Etik LSM Bab 1 No. 1). Lembaga swadaya masyarakat adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri, ditengah masyarakat, dan berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup.  (UU No. 4 Tahun 1982 Pasal 1 Ayat 12).
LSM juga sering dikenal dengan NGO (Non-governmental organization). Sesuai dengan namanya, NGO pada dasarnya memiliki pengertian singkat sebagai organisasi yang tidak berada secara langsung dalam struktur pemerintahan ataupun tidak ada koordinasi langsung dari pemerintah dan merupakan badan yang bersifat mandiri. LSM dapat berdiri jika terdapat kesamaan visi dan misi sekelompok orang yang membentuk organisasi dengan kebebasan segala perbedaan yang terdapat di masyarakat seperti agama, suku, ras, golongan, dan gender tapi tetap berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.

Peranan LSM/NGO
Peranan NGO penting untuk membangun suatu masyarakat dan bangsa. Ini disebabkan karena banyak pembiayaan dari perorangan, institusi dan pemerintah untuk masyarakat disalurkan melalui NGO. Sejak tahun 1970-an, NGO telah bertambah banyak dari sebelumnya mencoba untuk mengisi ruang yang tidak akan atau tidak dapat diisi oleh pemerintah. Berikut peranan LSM/NGO :
1.        Pengembangan dan Pembangunan Infrastruktur
Membangun perumahan, menyediakan infrastruktur seperti sumur atau toilet umum, penampungan limbah padat dan usaha berbasis masyarakat lain.
2.        Mendukung inovasi, ujicoba dan proyek percontohan
NGO memiliki kelebihan dalam perancangan dan pelaksanaan proyek yang inovatif dan secara khusus menyebutkan jangka waktu mereka akan mendukung proyek tersebut. NGO dapat juga mengerjakan percontohan untuk proyek besar pemerintah karena adanya kemampuan bertindak yang lebih cepat dibandingkan dengan pemerintah dengan birokrasinya yang rumit.
3.        Memfasilitasi komunikasi
NGO dapat memfasilitasi komunikasi ke atas, dari masyarakat kepada pemerintah, dan ke bawah, dari pemerintah kepada masyarakat. Komunikasi ke atas mencakup pemberian informasi kepada pemerintah tentang apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh masyarakat, sedangkan komunikasi ke bawah mencakup pemberian informasi kepada masyarakat tentang apa yang direncanakan dan dikerjakan oleh pemerintah. NGO juga dapat memberikan informasi secara horizontal dan membentuk jejaring (networking) dengan organisasi lain yang melakukan pekerjaan yang sama.
4.        Bantuan teknis dan pelatihan
Institusi pelatihan dan NGO dapat merancang dan memberikan suatu pelatihan dan bantuan teknis untuk organisasi berbasis masyarakat dan pemerintah.
5.        Penelitian, Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi yang efektif terhadap sifat partisipatif suatu proyek akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat dan staf proyek itu sendiri.
6.        Advokasi untuk dan dengan masyarakat miskin
NGO menjadi jurubicara dan perwakilan orang miskin dan mencoba untuk mempengaruhi kebijakan dan program pemerintah. Ini dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari unjuk rasa, proyek percontohan, keikutsertaan dalam forum publik untuk memformulasi kebijakan dan rencana pemerintah, hingga mengumumkan hasil penelitian dan studi kasus terhadap orang miskin. Jadi, NGO memainkan peran mulai dari advokasi kepada orang miskin hingga implementasi program pemerintah; dari penghasut (pembuat opini) dan pengkritik hingga rekan kerja dan penasehat; dari sponsor proyek percontohan hingga mediator.

Beberapa bidang yang digeluti oleh NGO, antara lain :
a.         Pendidikan masyarakat dan pengembangan kesehatan
Pendidikan seks dan kontrasepsi, kesehatan umum, pembuangan limbah/ sampah, penggunaan air, vaksinasi, pelayanan konsultasi remaja.
b.        Penanganan kesehatan khusus
HIV/AIDS, Hepatitis B, pemulihan kecanduan obat.
c.         Masalah sosial masyarakat
Kenakalan (kejahatan) remaja, remaja yang meninggalkan rumah, anak jalanan, prostitusi.
d.        Lingkungan hidup
Pendidikan konsumsi energi dan air, pelestarian gunung dan hutan
e.         Ekonomi
Pinjaman dan usaha mikro, pelatihan keahlian (komputer, teknisi, katering, menjahit, dll), promosi dan distribusi produk (bazaar, dll), pembentukan koperasi, konsultasi keuangan, bantuan mencari kerja dan pengembangan karir.
f.         Pengembangan
Pembangunan sekolah, pembangunan infrastruktur, pembangunan dan operasional pusat budaya, bantuan ahli untuk pertanian dan kelautan.
g.        Isu perempuan
Hak anak dan perempuan, pusat bantuan untuk perempuan yang mengalami kekerasan, terapi kelompok terhadap perempuan yang mengalami pelecehan seksual, hotline counseling (konseling via telepon khusus untuk perempuan), bantuan hukum untuk perempuan, mendorong minat baca dan tulis.

Teori-teori Mengenai LSM/NGO
1.        Teori evolusi
Teori ini awalnya dikembangkan oleh Frederick Hegel kemudian oleh Auguste Comte, yang menjelaskan bahwa perubahan merupakan hal yang natural, kontinyu, keharusan dan berjalan melalui sebab yang sama. Teori ini sangat berpengaruh terhadap hampir semua teori perubahan social dan pembangunan setelahnya. Teori ini menganggap masyarakat bergerak dari masyarakat miskin non-industri sebagai primitive dan akan berevolusi ke masyarakat industri yang lebih komplek dan berbudaya. Teori ini melihat tradisi sebagai suatu masalah.
2.        Teori structural – functionalism
Teori ini dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Persons, terori ini memandang masyarakat sebagai suatu system yang terdiri atas bagian yang saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, keluarga dan sebagainya). Masing-masing bagian secara terus-menerus mencari keseimbangan dan harmoni antara mereka. Interrelasi tersebut dianggap bisa terjadi karena adanya consensus, dan suatu pola yang non normative dianggap akan melahirkan gejolak. Jika hal ini terjadi maka masing-masing pihak akan cepat menyesuaikan diri untuk mencapai keseimbangan lagi. Teori ini menganggap perubahan masyarakat tidak ditetapkan berapa lama evolusinya. Dan konflik dalam suatu masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi social dan keseimbangan. Oleh karena itu harmoni dan integrasi dipandang sebagai fungsional, bernilai tinggi dan harus ditegakkan, sedangkan konflik harus dihindarkan.
3.        Teori Modernisasi
Menurut Hutington (1976) proses modernisasi bersifat revolusioner (perubahan cepat dari tradisi ke modern), komplek (melalui banyak cara), sistematik, global (akan mempengaruhi semua manusia), bertahap (melalui langkah-langkah), homoginisasi dan progressive. Teori ini dipergunakan dikalangan interdisiplin, seperti: sossilogi, psikologi, ilmu politik, ekonomi, antropologi dan bahkan agama. Ukuran modernitas bagi teori ini adalah suatu masyarakat yang menurut mereka modern adalah masyarakat barat.
4.        Teori Human Capital
Teori ini dikembangkan oleh Theodore Shultz (1961) yang menekankan pada kemampuan productive dari sumberdaya manusia sebagai modal investasi bagi proses pembangunan. Teori ini menganggap keterbelakangan masyarakat adalah faktor internal negara atau masyarakat itu sendiri. Upaya untuk meningkatkan investasi pada human capital mereka lihat sebagai hasil dari cepatnya pertumbuhan ekonomi.
5.        Teori Marxists
Teori evolusi dan structural fungsionalisme diatas menjelaskan bahwa perubahan terjadi secara pelahan dan damai serta mengabaikan konflik sebagai suatu dimensi perubahan social. Sedangkan menurut Marx, masyarakat terpolarisasi dalam dua kelas, yang selalu konflik, yakni yang mengekploitasi dan diekploitasi. Marx melihat masyarakat berkembang dari masyarakat komunis primitive, kemudian perbudakan, feudal, kapitalis, sosialis dan akhirnya menuju komunisme, perubahan tersebut melalui suatu konflik. Menurut Marx, konflik terletak antara kelas berjuis dan ploretar. Dalam system kapitalis, proses ekploitasi Kepada kelas proletar (buruh yang menghasilkan produksi) oleh kelas borjuis (majikan tidak bekerja tetapi menguasai alat produksi) diselenggarakan oleh kelas menengah. Hasil ekploitasi itu selanjutnya didistribusikan pada berbagai pihak dalam bentuk pajak, bunga bank, sewa tanah, riset dll. Sebagai imbalan, lembaga-lembaga yang didalamnya terdapat kelas menengah mendukung kelas borjuis dengan memberi legitimasi terhadap ekploitasi tersebut dalam bentuk norma, penekanan maupun penindasan. Jika kesadaran buruh meningkat konflik kelas tak dapat dikendalikan maka perubahan pun terjadi.
6.        Teori Dependency
Teori ini berlawanan dengan teori evolusi dan modernisasi, teori dependency menekankan hubungan baik dengan masyarakat sendiri, seperti masalah struktur social, cultural, ekonomi dan politik. Asumsi dasar dari teori ini adalah keterbelakangan dan pembangunan adalah konsep yang saling berkaitan dengan berkembangnya masyarakat diluarnya. Kata ketergantungan dipakai untuk memberi tekanan bahwa hubungan kemajuan di tingkat pusat  dan keterbelakangan di tingkat daerah atau pelosok desa adalah akibat dari proses sejarah dan disengaja. 
Kerangka pemikiran ini berakar pada teori Marx tentang ekploitasi, artinya keterbelakangan di negara Dunia ketiga adalah akibat dari kapitalisme di Barat. Pemikiran Lenin tentang imperialisme juga mewarnai teori ini, dimana transfer sumber dapat terjadi dengan berbagai cara: baik melalui hubungan kolonialisme maupun operasi perusahaan multi nasional. Artinya menjajah negara lain tidak lagi seperti zaman kolonialisme dulu, tetapi cukup membuat para pemimpin negara miskin / Dunia ketiga memiliki sikap, nilai dan interest pada negara kaya.
7.        Teori Liberasi
Dekat dengan teori Marxist dan Dependency adalah teori liberasi. Teori ini menolak Marx dan Dependency tetapi memberi alternatif fokus terhadap keterbelakangan dan bagaimana mengatasinya. Teori ini menagaskan bahwa tidak ada harapan bagi orang miskin tanpa adanya perubahan mendasar dalam struktur masyarakat dan struktur yang lebih luas dalam sosio-ekonomi, politik dan budaya. Teori ini lebih menekankan pada pendekatan humanitik dari pada pendekatan structural, dengan asumsi masyarakat terbelakang ditindas oleh pemegang kekuasaan dalam masyarakat mereka sendiri. Paulo Freire  (1972) sebagai salah satu tokoh dari teori ini menfokuskan perlunya pendidikan dalam liberalisasi dan pembangunan. Dalam pembangunan menurut Paulo Freire lebih menekankan pada keadilan ketimbang soal harta kekayaan.

Pengelompokan LSM/NGO
World Bank membagi NGO ke dalam dua kelompok, yaitu :
1.        NGO Operasional
Tujuan utamanya adalah perancangan dan implementasi proyek pengembangan. Kelompok ini menggerakkan sumber daya dalam bentuk keuangan, material atau tenaga relawan, untuk menjalankan proyek dan program mereka. Proses ini umumnya membutuhkan organisasi yang kompleks. NGO operasional ini masih dapat dibagi atas 3 kelompok besar :
a.         Organisasi berbasis masyarakat yang melayani suatu populasi khusus dalam suatu daerah geografis yang sempit
b.         Organisasi Nasional yang beroperasi dalam sebuah negara yang sedang berkembang
c.         Organisasi Internasional yang pada dasarnya berkantor pusat di negara maju dan menjalankan operasi di lebih dari satu negara yang sedang berkembang.
2.        NGO Advokasi
Tujuan utamanya adalah mempertahankaan atau memelihara suatu isu khusus dan bekerja untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan pemerintah untuk atau atas isu itu. Organisasi ini pada dasarnya berusaha untuk meningkatkan kesadaran (awareness) dan pengetahuan dengan melakukan lobi, kegiatan pers dan kegiatan-kegiatan aktivis. NGO ini pada dasarnya bekerja melalui advokasi atau kampanye atas suatu isu dan tidak mengimplementasikan program. Kelompok ini menjalankan fungsi yang hampir sama dengan kelompok operasional, namun dengan tingkatan dan komposisi yang berbeda. Pencarian dana masih perlu namun dengan ukuran yang lebih kecil. NGO dapat pula dikelompokkan berdasarkan orientasi dan tingkat operasi :
a.         Berdasarkan Orientasi
1)        Orientasi Amal (Charitable) sering melibatkan kerja pola top-down dengan sedikit partisipasi penerima manfaat. Kegiatan NGO diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan makanan pada orang miskin, pakaian dan obat-obatan, perumahan, sekolah, dll. NGO ini dapat juga melakukan aktifitas bantuan pada bencana alam atau bencana akibat perbuatan manusia.
2)        Orientasi pelayanan mencakup NGO yang aktifitasnya berupa penyediaan jasa pelayanan kesehatan, perencanaan keluarga atau pelayanan pendidikan yang programnya dirancang oleh NGO dan masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam implementasinya dan dalam penerimaan layanannya.
3)        Orientasi partisipasi dicirikan dengan proyek kelola sendiri (self-help projects) dimana penduduk setempat dilibatkan dalam implementasi proyek dengan cara memberi bantuan uang tunai, peralatan, lahan, bahan-bahan, tenaga kerja, dll. Dalam proyek pengembangan masyarakat yang klasik, partisipasi dimulai dengan identifikasi kebutuhan dan dilanjutkan kepada tahap perencanaan dan implementasi.
4)        Orientasi pemberdayaan tujuannya adalah membantu orang miskin untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi yang mempengaruhi kehidupan mereka, dan untuk meningkatkan kesadaran mereka akan kekuatan potensial yang mereka miliki untuk mengendalikan kehidupan mereka. Kadang-kadang, kelompok ini berkembang secara spontan akibat adanya suatu masalah atau isu, dan NGO memainkan peranan fasilitasi dalam perkembangan mereka.
b.         Berdasarkan tingkatan operasi
1)        Organisasi berbasis masyarakat muncul dari inisiatif orang-orang itu sendiri. Ini dapat mencakup klub olahraga, organisasi perempuan, organisasi jiran, organisasi agama atau pendidikan. Ada banyak variasi dari jenis ini. Sebagian didukung oleh NGO, atau badan bilateral atau internasional, dan yang lainnya independen dari bantuan pihak luar. Sebagian bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat miskin kota atau membantu mereka memahami hak-hak mereka dalam memperoleh akses kepada layanan yag dibutuhkan sementara yang lain terlibat dalam penyediaan layanan itu sendiri.
2)        Organisasi perkotaan (Citywide Organizations) mencakup organisasi seperti Rotary atau Lion’s Club, kamar dagang dan industri, koalisi bisnis, kelompok etnis dan pendidikan dan asosiasi organisasi masyarakat. Sebagian berdiri untuk tujuan tertentu namun menjadi terlibat dalam membantu orang miskin sebagai satu dari banyak kegiatannya, sementara yang lain dibentuk untuk tujuan khusus yaitu membantu orang miskin.
3)        NGO nasional mencakup organisasi seperti Palang Merah (Red Cross), organisasi profesi, dll. Sebagian di antaranya memiliki cabang di suatu negara dan membantu NGO setempat.
4)        NGO internasional mulai dari badan sekuler seperti organisasi Save the Children, OXFAM, CARE, Ford and Rockefeller Foundations hingga kelompok yang didasarkan oleh agama. Kegiatan mereka bervariasi dari pencariaan dana hingga implementasi proyek.

Kekuatan dan Kelemahan LSM/NGO
Kekuatan dari NGO adalah sebagai berikut :
a.         Jaringan grassroots yang kuat.
b.        Kemampuan melakukan inovasi dan beradaptasi, fleksibel dalam mengadaptasi situasi setempat dan merespon terhadap kebutuhan setempat dan oleh karenanya mampu mengembangkan proyek-proyek yang terintegarasi dan juga proyek-proyek sektoral.
c.         Kemampuan mengidentifikasi orang-orang yang paling membutuhkan dan menciptakan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan.
d.        Metodologi dan tools yang bersifat partisipatif
e.         Komitmen jangka panjang dan penekanan pada kesinambungan
f.         Efektifitas biaya.
g.        Kemampuan berkomunikasi kepada semua tingkatan, mulai dari tetangga terdekat hingga tingkat tertinggi pada pemerintahan.
h.        Kemampuan merekrut para staf yang ahli dan bermotivasi tinggi.

Kelemahan NGO :
a.         Keterbatasan keuangan (tingkat keberlanjutannya rendah)
b.        Keterbatasan kapasitas institusi/kelembagaan
c.         Tertutupnya/kurangnya komunikasi intern organisasi dan/atau koordinasi
d.        Intervensi dalam skala yang kecil
e.         Kurangnya pemahaman akan konteks sosial ekonomi yang lebih luas
f.         Sikap terpola (paternalistic) membatasi tingkat keterlibatan partisipatif dalam desain program/proyek.
g.        Terbatasnya cara pendekatan atas suatu masalah atau area.
h.        “Kepemilikan teritorial” dari suatu daerah atau proyek mengurangi kerjasama antara badan-badan, terlihat seperti ancaman atau adanya persaingan.

Referensi :
Arisandi. (  ). Pengertian LSM. [Online]. Tersedia : http://arisandi.com/pengertian-lsm/
Mahottama, Shaka. (        ).Selembar Catatan Mengenai NGO. [Online]. Tersedia : http://bulletinbiru.blogdrive.com/archive/8.html
Wikipedia. (    ). Lembaga Swadaya Masyarakat. [Online]. Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Swadaya_Masyarakat
                         . (2009). Peranan LSM dalam Perubahan Sosial Di Indonesia. [Online]. Tersedia : http://ind.lakpesdam-ponorogo.org/2009/12/27/peranan-lsm-dalam-perubahan-sosial-di-indonesia/

6 komentar:

  1. tulisan yg baguus..
    thanks..sangat memberikn info buat aku yg lg nulis ttg ngo

    BalasHapus
  2. Tulisan yang bermanfaat.
    sedikit saran, akan lebih baik jika dimasukan juga mengenai realita kinerja LSM / NGO di Negeri ini. menurut saya ada beberapa diantara LSM yang fungsinya dan kerja nya tidak sesuai aturan misalnya (mohon maaf) LSM hanya sebagai wadah pencari uang dengan cara "memerah" Birokrasi (pemerintah) dan Pengusaha.

    BalasHapus
  3. tulisan yang baik, saya sependapat dengan Cendi Mulia Pratama, sebaiknya juga ditulis realita mengenai LSM itu sendiri bagaimana, LSM secara teoritis mang baik namun penerapannya di lapangan sangat - sangat luar biasa tidak mencerminkan adanya unsur intelektualitas dan keberpihakan kepada rakyat. saya mempunyai pengalaman menghadapi LSM yang ada didaerah sumatera selatan yang lebih di dekat dikatakan sebagai premanisme yang terselubung. tidak ada bedanya mereka dengan preman. Kegiatan LSM yang tidak terkontrol ini mengakibatkan jangka panjang perekonomian Indonesia menjadi tambah terpuruk dan investasi asing semakin menjauh dari indonesia, bahkan pengusaha indonesia pun tidak akan mau berusaha di negerinya sendiri. menurut saya lebih baik LSM dibubarkan saja.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. jadi ASEAN termasuk NGO atau NPO yah?

    BalasHapus
  6. LSM = preman, walaupun mungkin tidak semua preman tapi yang saya tahu dan yang saya lihat "di daerah saya" lsm hanyalah sekelompok preman yang arogan, memeras orang/prusahaan/instansi dengan segala macam cara. Intinya mereka mencari uang dari kelemahan orang lain (membodohi masyarakat yang belum paham hal tertentu).

    BalasHapus