Istilah desain pelatihan
bermakna adanya keseluruhan, struktur, kerangka, atau outline, dan urutan atau
sistematika kegiatan pelatihan (Gagnon dan Collay, 2001). Selain itu, desain pelatihan
juga dapat diartikan sebagai proses perencanaan yang sistematik yang dilakukan sebelum
kegiatan pengembangan atau pelaksanaan sebuah pelatihan.
Konsep desain pelatihan
dikemukakan dalam bentuk model. Sebuah model menggambarkan suatu prosedur atau
kesatuan konsep dengan komponen-komponen yang memiliki keterkaitan satu sama
lain. Model desain pelatihan merupakan sarana konseptual untuk menganalisis, merancang,
memproduksi, menerapkan, dan mengevaluasi sebuah aktivitas atau program pelatihan.
Dibawah ini adalah beberapa model desain pelatihan berikut penjelasan-penjelasannya
:
a.
Model Dick and Carey
Salah
satu model desain pelatihan adalah model Dick and Carey (1985). Model ini
termasuk ke dalam model yang berorientasi kepada prosedural. Berikut merupakan
model desain pelatihan yang dikembangkan oleh Dick and Carey :
1. Identifikasi
tujuan pelatihan
Langkah
pertama yang perlu dilakukan dalam menerapkan model desain pelatihan ini adalah
menentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan
setelah menempuh program pelatihan. Hal ini disebut dengan istilah tujuan
pelatihan atau instructional
goal.
Rumusan tujuan pelatihan dapat dikembangkan baik dari rumusan tujuan pelatihan
yang sudah ada pada proposal maupun yang dihasilkan dari proses analisis
kebutuhan (training
need assasement ).
2. Analysis
instructional
Setelah
melakukan identifikasi tujuan pelatihan, alngkah selanjutnya adalah melakukan
analisis instruksional, yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk menentukan
keterampilan dan pengetahuan relevan yang diperlukan oleh peserta pelatihan
untuk mencapai kompetensi atau tujuan pelatihan. Dalam melakukan analisis
intruksional, beberapa langkah diperlukan untuk mengidintifikasi kompetensi,
berupa pengetahuan (cognitive),
keterampilan (psychomotor),
dan sikap (attitudes)
yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan setelah mengikuti program pelatihan.
3. Analisis
peserta pelatihan dan konteks
Selain
melakukan analisis tujuan pelatihan , hal penting yang perlu dilakukan dalam menerapkan
model desain pelatihan ini adalah analisis terhadap karakteristik peserta
pelatihan yang akan mengikuti pelatihan dan konteks pelatihan. Kedua langkah
ini dapat dilakukan secara bersamaan atau paralel. Analisis konteks pelatihan
meliputi kondisi-kondisi terkait dengan keterampilan yang dipelajari oleh
peserta pelatihan dan situasi yang terkait dengan tugas yang dihadapi oleh
peserta pelatihan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajari. Analisis terhadap karakteristik peserta pelatihan meliputi
kemampuan actual yang dimiliki oleh peserta pelatihan, gaya atau preferensi
cara belajar (learning
style),
dan sikap terhadap aktifitas pelatihan. Identifikasi yang akurat tentang
karakteristik peserta pelatihan yang akan belajar dapat membantu perancang
program pelatihan dalam memilih dan menentukan strategi pelatihan yang akan
digunakan.
4. Merumuskan
tujuan pelatihan khusus
Berdasarkan
hasil analisis instruksional, seorang perancang desain system pelatihan perlu mengembangkan
kompetensi atau tujuan pelatihan spesifik (instructional
objectives)
yang perlu dikuasai oleh peserta pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan yang
bersifat umum (instructional
goal).
Dalam merumuskan tujuan pelatihan yang bersifat spesifik, ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatian, yaitu :
- Menentukan pengetahuan dan
keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan setelah menempuh proses
pelatihan
- Kondisi yang diperlukan agar
peserta pelatihan dapat melakukan unjuk kemampuan dari pengetahuan yang telah
dipelajari
- Indikator atau kriteria yang
dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta pelatihan dalam menempuh
proses pelatihan
5. Mengembangkan
alat atau instrument penilaian
Berdasarkan
tujuan atau kompetensi khusus yang telah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah
mengembangkan alat atau instrument penilaian yang mampu mengukur pencapaian hasil
pelatihan pada peserta pelatihan. Hal ini dikenal juga dengan istilah evaluasi
hasil pelatihan. Hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam menentukan
instrument evaluasi yang akan digunakan adalah instrument harus dapat mengukur
performa peserta pelatihan dalam mencapai tujuan pelatihan yang telah
dirumuskan.
6. Mengembangkan
strategi pelatihan
Bentuk
strategi pelatihan yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas pelatihan
yaitu aktivitas pra-pelatihan, penyajian materi pelatihan, dan aktivitas tindak
lanjut dari kegiatan pelatihan. Strategi pelatihan yang dipilih untuk digunakan
perlu didasarkan pada fator-faktor sebagai berikut :
-
Teori terbaru tentang
aktivitas pelatihan
-
Penelitian tentang hasil
pelatihan
-
Karakteristik media pelatihan
yang akan digunakan untuk menyampaikan materi pelatihan
-
Materi atau substansi yang
perlu dipelajari oleh peserta pelatihan
-
Karakteristik peserta
pelatihan yang akan terlibat dalam kegiatan pelatihan
Pemilihan
strategi pelatihan yang tepat perlu dilakukan dalam mendesain berbagai
aktivitas pelatihan seperti halnya interaksi pelatihan yang berlangsung, dan
pelatihan dengan menggunakan media.
1.
Penggunaan bahan ajar
Pada
tahap ini, perancang program pelatihan dapat menerapkan strategi pelatihan yang
telah dirancang dalam tahap sebelumnya ke dalam bahan ajar yang akan digunakan.
Istilah bahan ajar sama dengan media pembelajaran, yaitu sesuatu yang dapat
membawa informasi dan pesan dari sumber belajar kepada peserta pelatihan. Contoh
jenis bahan ajar yang dapat digunakan dalam aktivitas pelatihan yaitu buku
teks, buku panduan, modul, program audio video, dan program multimedia.
2.
Merancang dan melaksanakan
evaluasi formatif
Evaluasi
formatif dilakukan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan
program pelatihan. Hasil dari evaluasi formatif dapat digunakan sebagai masukan
atau input untuk memperbaiki draft program pelatihan. Tiga jenis evaluasi
formatif dapat diaplikasikan untuk mengembangkan produk atau program pelatihan,
yaitu :
- Evaluasi perorangan
Evaluasi
ini dilakukan melalui kontak langsung dengan satu atau tiga orang calon
pengguna program pelatihan untuk memperoleh masukan tentang ketercernaan dan
daya tarik program pelatihan.
- Evaluasi kelompok
Evaluasi
ini dilakukan dengan mengujicobakan program pelatihan terhadap sekelompok calon
pengguna program pelatihan yang terdiri dari 10-15 orang calon peserta
pelatihan. Evaluasi ini untuk memperoleh masukan yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kualitas program pelatihan.
- Evaluasi lapangan
Evaluasi
lapangan adalah ujicoba program pelatihan terhadap sekelompok besar calon pengguna
program pelatihan sebelum program pelatihan tersebut digunakan dalam situasi pelatihan
yang sesungguhnya.
7. Melakukan
revisi terhadap draf program pelatihan
Langkah
akhir dari proses desain dan pengembangan adalah melakukan revisi terhadap
draft program pelatihan. Data yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif
dirangkum dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki
oleh program pelatihan. Prosedur evalauasi formatif perlu dilakukan pada semua
aspek program pelatihan dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas program pelatihan tersebut. Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi
yang berbeda dengan evaluasi formatif. Jenis evaluasi ini dianggap sebagai
puncak dalam aktivitas model desain pelatihan yang dikemukakan oleh Dick dan
Carey. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program pelatihan selesai dievaluasi
secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh perancang
desain pelatihan. Evaluasi sumatif tidak melibatkan perancang program
pelatihan, tetapi melibatkan penilai independen. Hal ini merupakan satu alasan
untuk menyatakan bahwa evaluasi sumatif tidak tergolong kedalam proses desain
system pelatihan.
Kesepuluh langkah desain yang
dikemukakan diatas merupakan sebuah prosedur yang menggunakan pendekatan system
dalam mendesain sebuah program pelatihan. Setiap langkah dalam desain system
pelatihan ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Output yang dihasilkan dari
suatu langkah akan digunakan sebagai input bagi langkah yang lain.
b.
Model Kemp
Model
Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika ditunjukkan dalam sebuah diagram.
Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan sebuah
bahan ajar, yaitu :
1. Menentukan
tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk pelatihan tiap topiknya;
2. Menganalisis
karakteristik pelajar, untuk siapa pelatihan tersebut didesain;
3. Menetapkan
tujuan pelatihan yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan
tolak ukur perilaku pelajar;
4. Menentukan
isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan;
5. Pengembangan
prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang pelajar dan
pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
6. Memilih
aktivitas pelatihan dan sumber pelatihan yang menyenangkan atau menentukan strategi
belajar-mengajar, jadi peserta pelatihan peserta pelatihan akan mudah
menyelesaikan tujuan yang diharapkan;
7. Mengkoordinasi
dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-fasilitas,
perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pelatihan;
8. Mengevaluasi
pelatihan peserta pelatihan dengan syarat mereka menyelesaikan pelatihan serta
melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan
yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
c.
Model ASSURE
Model
ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut Heinich et
al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu :
1. Analisis
Pelajar (Analyze
Learners)
Menurut
Heinich et al (2005) jika sebuah media pelatihan akan digunakan secara baik dan
disesuaikan dengan ciri-ciri oelajar, isi dari pelajaran yang akan dibuatkan
medianya, media dan bahan pelajaran itu sendiri. Lebih lanjut Heinich, 2005
menyatakan sukar untuk menganalisis semua cirri pelajar yang ada, namun ada
tiga hal penting dapat dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai. berdasarkan
cirri-ciri umum, keterampilan awal khusus dan gaya belajar.
2. Menyatakan
Tujuan (States
Objectives)
Menyatakan
tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan pelatihan baik berdasarkan buku atau
kurikulum. Tujuan pelatihan akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari
anak dari pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada
pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari.
3. Pemilihan
Metode, Media dan Bahan (Select
Methods, Media, and Material)
Heinich
et al. (2005) menyatakan ada tiga hal penting dalam pemilihan metode, bahan dan
media yaitu menentukan metode yang sesuai dengan tugas pelatihan, dilanjutkan
dengan memilih media yang sesuai untuk melaksanakan media yang dipilih, dan
langkah terakhir adalah memilih dan atau mendesain media yang telah ditentukan.
4. Penggunaan
Media dan Bahan (Utilize
Media and Materials)
Menurut
Heinich et al (2005) terdapat lima langkah bagi penggunaan media yang baik
yaitu, preview bahan, sediabahan, sedikan persekitaran, pelajar dan pengalaman
pelatihan.
5. Partisipasi
Pelajar di dalam kelas (Require
Learner Participation)
Sebelum
pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan dalam aktivitas pelatihan
seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis atau presentasi.
6. Penilaian
dan Revisi (Evaluate
and Revise)
Sebuah
media pelatihan yang telah siap perlu dinilai untuk menguji keberkesanan dan dampak
pelatihan. Penilaian yang dimaksud melibatkan beberaoa aspek diantaranya
menilai pencapaian pelajar, pelatihan yang dihasilkan, memilih metode dan
media, kualitas media, penggunaan trainer
dan
penggunaan pelajar.
d.
Model ADDIE
Model
desain pelatihan yang sifatnya lebih generik yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate).
ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda
(2005). Salah satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun
perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung
kinerja pelatihan itu sendiri
1. Analisis
Tahap
analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh
peserta pelatihan, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan),
mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task
analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa
karakteristik atau profile calon peserta pelatihan, identifikasi kesenjangan,
identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.
2. Desain
Tahap
ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan,
maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) diatas kertas harus
ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini? Pertama
merumuskan tujuan pelatihan yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan
realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada
tujuan pelatihan yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi
pelatihan yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam
hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih dan
tentukan yang paling relevan. Disamping itu, pertimbangkan pula sumber-sumber
pendukung lain, semisal sumber pelatihan yang relevan, lingkungan pelatihan
yang seperti apa seharusnya, dan lainlain. Semua itu tertuang dalam sautu
dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.
3. Pengembangan
Pengembangan
adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya,
jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pelatihan, maka multimedia
tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu
dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan pelatihan lain yang akan mendukung
proses pelatihan semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting
dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji
coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi.
Lebih tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki
sistem pelatihan yang sedang kita kembangkan.
4. Implementasi
Implementasi
adalah langkah nyata untuk menerapkan system pelatihan yang sedang kita buat. Artinya,
pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian
rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal,
jika memerlukan software tertentu maka software tersebut harus sudah diinstal.
Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau seting tertentu
tersebut juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario atau
desain awal.
5. Evaluasi
Evaluasi
adalah proses untuk melihat apakah sistem pelatihan yang sedang dibangun
berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa
terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap
empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk
kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah
satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input
terhadap rancangan yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin
perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok
kecil dan lain-lain.
e.
Model Smith dan Ragan
Desain
pelatihan model Smith and Ragan (2003) ini memiliki kecenderungan terhadap implementasi
teori pelatihan kognitif. Hampir semua langkah dan prosedur dalam model ini difokuskan
pada rancangan tentang strategi pelatihan. Model Smith and Ragan terdiri atas beberapa
langkah dan prosedur pokok sebagai berikut :
1. Analisis lingkungan pelatihan
Analisis
lingkungan pelatihan meliputi prosedur menetapkan kebutuhan akan adanya proses pelatihan
dan lingkungan tempat program pelatihan akan diimplementasikan. Tahap analisis dalam
model ini digunakan untuk mengetahui dan mengidentifikasi masalah-masalah dalam
pelatihan.
2.
Analisis karakteristik peserta
pelatihan
Meliputi
aktivitas atau prosedur untuk mengidentifikasi dan menentukan karakteristik peserta
pelatihan yang akan menempuh program pelatihan yang telah didesain.
Karakteristik tersebut meliputi kondisi social ekonomi, penguasaan isi materi
pelatihan, dan gaya belajar (auditori, visual, dan kinestik).
3.
Analisis tugas pembelajaran
Analisis
ini merupakan langkah yang dilakukan untuk membuat deskripsi tugas-tugas dan prosedur
yang perlu dilakukan oleh individu untuk mencapai tingkat kompetensi tertentu.
Juga untuk menetapkan tujuan-tujuan pelatihan spesifik yang perlu dimiliki oleh
peserta pelatihan untuk mencapai tingkat kompetensi tersebut.
4.
Menulis butir tes
Menulis
butir-butir tes dilakukan untuk menilai apakah program pelatihan yang dirancang
dapat membantu peserta pelatihan dalam mencapai kompetensi atau tujuan
pelatihan yang telah ditetapkan. Butir-butir tes yang ditulis harus bersifat
valid dan variable agar dapat digunakan untuk menilai kemampuan atau kompetensi
peserta pelatihan dalam mencapai tujuan pelatihan.
5.
Menentukan strategi pelatihan
Menentukan
strategi pelatihan dilakukan untuk mengelola program pelatihan yang didesain agar
dapat membantu peserta pelatihan dalam melakukan proses pelatihan. Dalam
konteks ini dapat diartikan sebagai siasat yang perlu dilakukan oleh trainer agar
dapat membantu peserta pelatihan dalam mencapai hasil yang optimal. Contoh
penggunaan strategi pelatihan adalah menentukan urutan penyampaian materi pelatihan.
Dalam menyajikan materi pelatihan, trainer
dapat
menggunakan pendekatan deduktif atau induktif.
6.
Memproduksi program pelatihan
Memproduksi
program pelatihan memiliki makna adanya proses atau aktivitas dalam menerjemahkan
desain system pelatihan yang telah dibuat ke dalam bahan ajar atau program pelatihan.
Program pelatihan merupakan output dari desain system pelatihan yang mencakup deskripsi
tentang kompetensi atau tujuan, metode, media, strategi dan isi atau materi
pelatihan, serta evaluasi hasil pelatihan.
7.
Melaksanakan evaluasi formatif
Melakukan
evaluasi formatif untuk menemukan kelemahan-kelemahan dari draf bahan ajar yang
telah dibuat untuk segera direvisi agar menjadi program pelatihan yang efektif,
efesien, dan menarik. Evaluasi formatif pada umumnya dilakukan terhadap
prototype program pelatihan yang sedang dikembangkan.
8.
Merevisi program pelatihan
Merevisi program pelatihan
dilakukan terhadap kelemahan-kelemahan yang masih terlihat pada rancangan atau
draf program pelatihan. Dengan melakukan revisi, maka program pelatihan tersebut
diharapkan dapat menjadi program pelatihan yang berkualitas. Beragam model
desain pelatihan telah diciptakan oleh sejumlah pakar yang telah berkecimpung
dalam dunia pelatihan. Model-model tersebut telah dikembangkan dan diujicoba secara
empiris dalam situasi pelatihan. Para perancang program pelatihan atau
instructional designer perlu melakukan kajian tentang model-model desain
pelatihan agar dapat menentukan, menerapkan, dan memodifikasi model desain yang
sesuai untuk digunakan dalam menciptakan proses dan aktivitas pelatihan. Model-model
desain pelatihan yang dikemukakan pada dasarnya dapat diklasifikasikan berdasarkan
pemanfaatan dan output yang dihasilkan, yaitu model desain yang berorientasi terhadap
aktivitas pelatihan. Setiap model desain pelatihan memiliki keunggulan dan keterbatasan,
sehingga dalam pemilihannya disesuaikan dengan hasil pelatihan yang ingin dicapai.
Referensi :
Santoso, Budi. ( )
. Skema Pelatihan. [Online]. Tersedia : http://www.terangi.or.id/index.php?view=article&catid=64%3Apendidikan&id=121%3Askema-pelatihan&format=pdf&option=com_content&Itemid=52&lang=id
hai saya sudh mengujungi blog ini ttpi saya tdk copy karena yang sY cRI BEDA JDI
BalasHapus220
BalasHapus